Grup boyband Smash merasa di puncak keartisan mulai memperlihatkan sikap yang kurang mengenakan. Boleh dibilang Smash terkena sindrom superstar. Boyband yang terdiri dari Morgan, Rangga, Rafael, Dicky, Reza, Ilham dan Bisma itu memang tengah menjadi fenomena di blantika musik Tanah Air.
Namun, seiring dengan ketenaran itu, Smash seperti melupakan sejarah keberadaannya dari awal . Kabarnya, manajemen Smash memasang tariff puluhan juta rupiah untuk wawancara eksklusif.
"Sekarang memang begitu. Kalau mau wawancara eksklusif dengan mereka harus bayar Rp.10 juta," kata salah seorang wartawan tabloid ternama yang enggan disebut namanya.
Hal yang sama dialami oleh wartawati tabloid hiburan lain. Ia diminta sejumlah uang lantaran tabloidnya akan memuat poster Smash. "Kalau untuk wawancara sih awalnya mereka nggak minta uang. Saat itu mereka minta uang karena membuat poster Smash dan sticker. Ya kami sih mengerti, mungkin itu wajar untuk royalty," paparnya.
Manajemen Smash Membantah
Pihak manajemen membantah tudingan miring Smash meminta bayaran setiap kali hendak diwawancara. Icha salah satu manajemen Smash menegaskan boyband pelantun'I Heart You' itu sulit diwawancara dan mengenakan tariff hingga puluhan juta.
"Wah gila aja Smash minta duit berjuta-juta. Udah tajir melintir, ya nggak gitu lah," papar Icha, salah satu manajemen Smash. "Sekarang siapa yang bilang seperti itu. Boleh ditanyakan langsung deh sama wartawan yang pernah wawancara sama kita," lanjutnya.
Icha tidak ingin berbicara lebih lanjut mengenai tudingan kepada Smash. "Saya di sini nggak mau ngomong apa-apa. Kalau memang kita dibayar harusnya kita udah kaya dari dulu mas," tandasnya.
Menyayangkan Sikap Smash
Pengamat musik Bens Leo menyayangkan sikap manajemen Smash yang seolah-olah berubah semenjak namanya naik daun. Padahal, untuk menjadi penyanyi atau sebuah boyband setidaknya menelurkan album. Tapi Smash hingga kini belum punya album satupun. Hanya beberapa single saja.
"Menurut saya, mereka popular karena wartawan. Tidak tepat kalau mereka berubah. Mereka juga belum mapan karena mereka belum punya album. Kalau tampil paling bawain empat single," ujar Bens Leo saat dihubungi wartawan.
Bens Leo menambahkan ia tidak ingin berpikiran negatif mengenai sikap Smash yang seperti superstar itu. Pandangan Bens Leo sebuah grup boyband sangat mementingkan penampilan mereka.
"Ya saya menyayangkan, harusnya tidak seperti itu. Tapi saya tidak mau berpikir negatif dulu. Mungkin mereka menolak wawancara karena salah seorang personelnya capek. Namanya boyband penampilan itu sangat penting sekali," pungkasnya.
Sementar Remy Soetansyah salah satu pemerhati musik tanah air dan juga wartawan senior ini kurang lebih memiliki pandangan yang sama dengan Bens Leo. Menurut Remy, pihak manajemen Smash belum siap menangani artisnya. Bagi Remy pihak manajemen Smash berlebihan karena tanpa wartawan Smash tak akan sebesar seperti sekarang ini.
"Kalau menurut gue sih agak berlebihan. Smash kan nggak ada gosip, beritanya hanya sekitar panggung. Biasa saja. Mereka kan nggak ada kita (wartawan, red) nggak gede. Orang manajemen Smash mungkin orang baru di dunia keartisan," ujarnya saat dihubungi melalui ponselnya.
Di sisi lain Remy mengungkapkan artis diwawancara meminta imbalan sebenarnya tidak masalah. Hanya saja yang kurang pada tempatnya jika mengenakan tarif hingga puluhan juga ia anggap sangat berlebihan.
"Setahu gue itu (minta bayaran, red) memang berlaku. Di Barat pun begitu. Di Indonesia dulu almarhum Rendra kalau diwawancara memang dibayar. Bagi gue itu terhormat. Tapi kalau minta honor sampai jutaan rupiah itu maruk. Kalau sekarang sampai Rp. 20 juta itu namanya gila," tandas Remy. (sen)
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website
0 komentar:
Posting Komentar